Jumat, 04 November 2011

Cobalah Untuk Merenung

Sediakan beberapa menit dalam sehari untuk melakukan perenungan. Lakukan di pagi hari yang tenang, segera setelah bangun tidur. Atau di malam hari sesaat sebelum beranjak tidur. Merenunglah dalam keheningan. Jangan gunakan pikiran untuk mencari berbagai jawaban. Dalam perenungan anda tidak mencari jawaban. Cukup berteman dengan ketenangan maka anda akan mendapatkan kejernihan pikiran. Jawaban berasal dari pikiran anda yang bening. Selama berhari-hari anda disibukkan oleh berbagai hal. Sadarilah bahwa pikiran anda memerlukan istirahat. Tidak cukup hanya dengan tidur. Anda perlu tidur dalam keadaan terbangun. Merenunglah dan dapatkan ketentraman batin.
Pikiran yang digunakan itu bagaikan air sabun yang diaduk dalam sebuah gelas kaca. Semakin banyak sabun yang tercampur semakin keruh air. Semakin cepat anda mengaduk semakin kencang pusaran. Merenung adalah menghentikan adukan. Dan membiarkan air berputar perlahan. Perhatikan partikel sabun turun satu persatu, menyentuh dasar gelas. Benar-benar perlahan. Tanpa suara. Bahkan anda mampu mendengar luruhnya partikel sabun. Kini anda mendapatkan air jernih tersisa di permukaan. Bukankah air yang jernih mampu meneruskan cahaya. Demikian halnya dengan pikiran anda yang bening.
by iphincow.

Jumat, 28 Oktober 2011

Syahfa Blog's: Syahfa Blog's: Negara Terkaya Di Dunia Yang Luput Dari Perhatian

Syahfa Blog's: Syahfa Blog's: Negara Terkaya Di Dunia Yang Luput Dari Perhatian

Capailah Keberhasilan, Bukan Kesempurnaan

PERFEKSIONISME YANG KETERLALUAN BENAR-BENAR
BISA MEMEROSOTKAN KEMAMPUAN DAN MENGHAMBAT
KEBERHASILAN.SEORANG PSIKIATER MEMAPARKAN
BAGAIMANA CARANYA MENGATASI KEBIASAAN YANG
MERUGIKAN DIRI SENDIRI INI.

SEBAGAI bagian sebuah studi tentang produktivitas dan
kesehatan emosional,belum lama ini saya mengajukan rangkaian
pertanyaaan kepada satu kelompok tes terdiri dari 150 orang
salesmen dengan pendapatan tahunan yang berkisar dari $10.000
sampai $150.000.
Kira-kira sebanyak 40 persen dari mereka terbukti merupakan
kaum perfeksionis.bisa di duga,kelompok ini merasa berada di
bawah stress yang lebih besar daripada sesamanya yang bukan
perfeksionis.
Apakah mereka juga lebih berhasil?Sungguh
mengherankan,jawabannya adalah tidak,Sementara kaum
perfeksionis mengalami jauh lebih banyak kegelisahan dan tekanan
jiwa dalam hidup mereka,sedikit pun tidak ada bukti bahwa
mereka memperoleh uang lebih banyak.
Pada kenyataannya,rasa putus asa dan tekanan yang kerap kali
menganggu kaum perfeksionis bisa menyebabkan merosotnya
kreativitas dan produktivitas.
Sebuah penelitian oleh ahli-ahli psikologi di Universitas Negara
bagian Pennsylvania menemukan bahwa para atlet yang memenuhi
syarat untuk menjadi peserta Olimpiade kurang bernafsu
menetapkan standar perfeksionis kalau dibandingkan dengan
mereka yang gagal.

Para atlet yang berhasil cenderung tidak menganggap penting
kegagalan prestasi mereka di masa lalu,sementara lain-lainnya
lebih memacu diri sendiri sampai ke tingkat hampir panic dalam
pertandingan.
Apa yang saya maksudkan dengan perfeksionisme?Saya tidak
bicara tentang pengejaran secara sehat terhadap prestasi
memuaskan oleh orang-orang yang suka menikmati standar yang
tinggi.
Tanpa mengindahkan kualitas,keberhasilan yang sesungguhnya
akan merupakan barang langka.Kaum perfeksionis adalah orangorang
yang berusaha mati-matian mencapai sasaran kesempurnaan
yang mustahil,dan mengukur nilai diri mereka hanya mengikuti
keberhasilan mereka saja.
Akibatnya,mereka merasa ngeri menghadapi kemungkinan
gagal.Mereka merasa dikejar-kejar,dan pada saat yang sama tidak
merasa mendapat imbalan dari hasil yang mereka capai.
Seorang guru besar sejarah yang merasa tertekan secara kronis
belum lama ini mengatakan kepada saya,”Tanpa perfeksionis yang
saya miliki,saya hanya merupakan seorang yang setengah
matang.Uh! Siapa yang ingin menjadi orang kebanyakan?”Orang
ini melihat perfeksionisme yang dipegangnya erat-erat sebagai
harga yang harus dibayarnya untuk mencapai sukses.
Dia merasa yakin standarnya yang tak kenal ampun memacunya ke
tingkat nilai tinggi yang tidak dapat dicapainya dengan cara
lain.Padahal kenyataannya di dibuat begitu tidak berdaya oleh rasa
takut gagal sehingga produktivitasnya jauh di bawah yang
dihasilkan oleh rekan-rekannya.

Pernyataan bahwa kaum perfeksionis akan bisa berhasil walaupun
mereka menetapkan standar yang tinggi,bukan karena hal itu,mulamula
dianggap oleh kebanyakan perfeksionis sebagai hal yang
tidak realistis.
Namun bukti-bukti menunjukkan bahwa perfeksionisme yang
keterlaluan bukan hanya tidak sehat,menimbulkan kekacauan jiwa
seperti merasa tertekan,kegelisahan dan stres,tetapi juga merugikan
diri sendiri,dalam hal produktivitas,hubungan pribadi dan penilaian
diri sendiri.
Kita perlu meninjau mengapa kaum perfeksionis bagitu rentan
terhadap kekalutan emosi dan cacatnya produktivitas.Salah satu
alasannya adalah karena kaum perfeksionis memikirkan kehidupan
dengan sikap yang tidak logis dan salah bentuk.
Barangkali distorsi (salah bentuk) yang umum terdapat di kalangan
kaum perfeksionis adalah cara berpikir semua atau tidak sama
sekali.
Seorang mahasiswa A yang dikalahkan oleh B dalam ujian
menyamakannya dengan kegagalan.Cara berpikir ini
menyebabkan dan bereaksi yang melampaui batas terhadap
ketakutannya ini.
Distorsi umum lainnya adalah keyakinan bahwa peristiwa negatif
akan terulang tak ada habis-habisnya:”Saya tidak akan bisa
melakukan ini dengan benar.
”Dan bukannya bertanya kepada diri sendiri bagaimana dia bisa
belajar dari kesalahan,kaum perfeksionis menyesali diri
sendiri:”Seharusnya aku tidak bertindak setolol itu!Aku tidak
boleh”ini menciptakan frustasi dan rasa bersalah,yang ironisnya
menyebabkan dia terpaku pada kesalahan tersebut.

Dia terjebak dalam apa yang disebut oleh professor Universitas
Negara Bagian Pennsylvania,Michael Mahoney,sebagai sindroma
“Orang Kudus atau Pendosa”
Sindroma ini bekerja sebagai berikut:jika seorang perfeksionis
memulai,katakanlah suatu diet,dia mengatakan kepada diri sendiri
bahwa dia harus menjalani diet ini atau tidak sama sekali,yang
diperikannya dalam pengertian yang sangat ketat.
Selama dia menjalani diet,dia merasa bahagia.Inilah periode
“orang kudus”.Pertama kalinya dia gagal mengikuti ketentuan
rutin,kemungkinan untuk diet secara sempurna pun hilang;ini
menyebabkan dimulainya periode “dosa”.
Sebagai contoh,kalau pelaku diet makan satu sendok,kemudian dia
menjadi kalut oleh bukti “kegagalan”ini sehingga dia lalu
memakan eskrim semangkuk penuh!
Akhirnya,ternyata banyak perfeksionis dirongrong oleh rasa
kesepian dan gangguan dalam hubungan pribadi.Karena kaum
perfeksionis takut dan memperkirakan penolakan kalau mereka
dinilai tidak sempurna,mereka cenderung untuk bereaksi secara
defensif terhadap kritik dan juga dia suka menilai dan melontarkan
kritik kepada orang lain.Ini biasanya menimbulkan frustasi dan
menyebabkan timbulnya kebencian,dan semakin menambah rasa
takut kaum perfeksionis.
Untuk membantu kaum perfeksionis mengatasi kebiasaan mental
ini,saya mula-mula meminta mereka mendatar keuntungan dan
kerugian usaha untuk menjadi sempurna.Seorang mahasiswa
hokum yang dating minta bantuan kepada saya hanya bisa
mencatat satu keuntungan:”Kadang-kadang itu bisa menghasilkan
kerja yang bagus.”

Kemudian dia mendaftar enam kerugian perfeksionise:”
Satu,itu membuat saya tegang dan gelisah sehingga kadangkadang
bahkan tidak bisa menghasilkan pekerjaan yang sekedar
cukup memadai sekalipun.
Dua,saya sering tidak berani menghadapi risiko yang perlu untuk
menghasilkan karya yang kreatif.
Tiga,itu menghalangi saya mencoba hal-hal baru.
Empat,itu membuat saya suka mencela.diri sendiri dan
menyebabkan saya tidak bisa menikmati kegembiraan hidup.
Lima,saya tidak pernah bisa santai karena saya selalu menemukan
sesuatu yang tidak pernah sempurna.
Enam,ini membuat saya tidak toleran kepada orang lain,dan
akhirnya saya dicap sebagai pencari kesalahan.”
Berdasarkan analisis untung-rugi ini,dia menyimpulkan bahwa
hidup mungkin akan memberi lebih banyak imbalan ada lebih
produktif tanpa perfeksionisme yang dimilikinya.
Juga akan menolong kalau kita hanya mengincar hasil yang
”baik”,bukan yang ”terbaik”.Reaksi yang khas adalah rasa
tebal.Tetapi kemudian saya menjelaskan bahwa karena prestasi
”terbaik”seseorang dalam kegiatan apa pun hanya bisa diraih satu
kali seumur hidup,mengincar hasil terbaik sepanjang waktu bisa
dijamin akan mendatangkan kegagalan.

Sebaliknya,jika sasaran Anda realistis,Anda kerap kali akan
merasa lebih kreatif dan produktif.Saya tidak menyarankan agar
Anda bermalas-malas,tetapi Anda akan mendapatkan bahwa Anda
akan memperoleh hasil yang bagus dengan prestasi yang cukup
baik,bukannya mengincar masterpiece yang menimbulkan stres.
Strategi ini terbukti bermanfaat bagi saya ketika saya menulis
untuk jurnal pendidikan dan terhalang oleh hambatan
penulisan.”Ini harus jadi hasil karya yang menonjol,”kaya saya
kepada diri sendiri setiap kali duduk untuk menyiapkan
konsep.Kemudian saya bersusah payah menyusun kalimat pertama
sampai akhirnya menyerah dengan rasa sebal.
Tetapi ketika saya mengatakan kepada diri sendiri,”Saya akan
membuat konsep asal-asalan saja,”ternyata hambatan berkurang
dan hasil yang saya capai jauh lebih baik.
Lebih dari itu,saya terkejut oleh kenyataan bahwa kualitas
penulisan saya meningkat setelah saya tidak berusaha terlalu keras
untuk membuat kagum orang lain.
Jika Anda seorang perfeksionis yang keterlaluan,tidak diragukan
lagi Anda pasti hebat dalam hal memusatkan perhatian terhadap
kekurangan-kekurangan Anda.
Anda melewatkan hidup Anda dengan mendaftar semua kesalahan
dan kekurangan Anda.Inilah cara sederhana yang bisa membantu
Anda membalik kecenderungan yang menyakitkan ini.Daftarlah
hal-hal yang Anda lakukan secara benar setiap hari.
Lihat berapa banyak nilai yang Anda kumpulkan.Mungkin ini
kedengaran begitu kuno sehingga Anda yakin ini tidak bisa
membantu Anda.

Jika demikian,lakukanlah eksperimen ini selama dua minggu.Saya
meramalkan Anda akan mendapatkan bahwa Anda akan mulai
lebih banyak memusatkan perhatian pada segi positif dalam hidup
Anda dan akibatnya akan merasa lebih baik mengenai diri Anda.
Cara lain yang menolong melibatkan pemaparan absurditas dalam
cara pemikiran semua atau tidak sama sekali,yang meningkatkan
perfeksionisme Anda,Lihatlah berkeliling dan tanyakan kepada diri
sendiri berapa banyak hal di dunia ini yang bisa dipecah-pecah
dalam kategori semua atau tidak sama sekali.
Apakah dinding di sekitar Anda bersih seratus persen?Ataukah
dinding itu punya sedikit kotoran?Apakah bintang film kesayangan
Anda sempurna kecantikannya?Apakah Anda kenal dengan
seseorang yang benar-benar tenang dan percaya diri sepanjang
waktu?Segala-galanya bisa ditingkatkan kalau Anda melihatnya
dengan pandangan cukup kritis – setiap orang,setiap gagasan,setiap
karya seni,setiap pengalaman.Jadi belajarlah mengenali cara
berpikir ”semua atau tidak sama sekali”seperti apa adanya:sikap
yang merugikan diri sendiri dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Akhirnya,Anda bisa memerangi perfeksionisme dengan bertanya
kepada diri sendiri,”Apa yang bisa saya pelajari dari kesalahan
saya?”Sebagai eksperimen,pikirkanlah suatu kesalahan yang telah
Anda buat dan tuliskan segala hal yang dapat Anda pelajari dari
kesalahan itu.
Jangan lepaskan hak Anda untuk berbuat kesalahan,sebab kalau
demikian Anda akan kehilangan kemampuan untuk mempelajari
hal-hal baru dan mendapat kemajuan dalam hidup.
Jangan lupa bahwa rasa takut selalu bersembunyi di belakang
perfeksionisme.Bagaimanapun juga ada harga yang harus dibayar
dalam berusaha mencapai kesempurnaan;ini melindungi Anda dari

keharusan menghadapi risiko kena kritik,kegagalan atau tidak
mendapatkan persetujuan.
Tetapi hal ini juga menghalangi hidup secara lebih
penuh.Menghadapi rasa takut dan memberi Anda hak untuk
menjadi manusiawi,secara paradoksal bisa membuat Anda jauh
lebih bahagia dan menjadi pribadi yang lebih produktif.
Kesempurnaan Lawan Kepuasan
Jika Anda seorang perfeksionis yang keterlaluan,mungkin Anda
akan sulit mempercayai bahwa Anda bisa menikmati hidup sampai
tingkat maksimum atau mendapat kebahagiaan sejati tanpa
mengejar kesempurnaan.
Anda boleh menguji pendapat ini.DI atas sehelai kertas,daftarlah
kegiatan sebanyak-banyaknya seperti memangkas
rumput,menyiapkan makanan,menulis laporan kerja,dan
sebagainya.
Catatlah kepuasan sesungguhnya yang Anda peroleh dari setiap
kegiatan dengan memberi nilai dari 0 sampai 100 persen.Saya
menyebut ini Lembar Antiperfeksionisme.Ini akan membantu
Anda menghancurkan hubungan khayal antara kesepurnaan dan
kepuasan
Beginilah cara kerjanya:Seorang dokter yang saya kenal merasa
yakin bahwa dia harus sempurna sepanjang waktu.Tidak peduli
berapa banyak yang dihasilkannya dia selalu meningkatkan

standarnya sedikit lebih tinggi dan kemudian dia merasa tidak
puas.
Saya membujuknya untuk melakukan penelitian terhadap suasana
hati dan hasil yang diraihnya,menggunakan Lembar
Antiperfeksionisme.Pada suatu akhir pekan sebatang pipa pecah di
rumahnya dan air membanjiri dapurnya.
Dia memerlukan waktu lama,tetapi akhirnya berhasil
menghentikan kebocoran.Karena dia tidak begitu pandai dalam
soal-soal seperti itu,dia memerlukan waktu lama dan bimbingan
dan seorang tetangga,dan dia mencatat nilai kemampuannya hanya
20 persen.Sebaliknya,dia menilai tingkat kepuasannya dalam
menyelesaikan pekerjaan itu sampai 99 persen.
Padahal hanya sedikit kepuasan yang diperolehnya dari beberapa
bagian yang dinilai sebagai hasil karya yang menonjol.
Pengalaman dengan Lembar Antiperfeksionisme ini
menyadarkannya bahwa tidak harus sempurna dalam sesuatu untuk
bisa menikmatinya.
Lebih lanjut,berusaha mati-matian mencapai kesempurnaan dan
mencapai prestasi luat biasa tidak menjamin diperolehnya
kebahagiaan,tetapi bahkan cenderung berhubungan dengan
kepuasan yang lebih kecil.
Dia menyimpulkan bahwa dia bisa melepaskan dorongan untuk
mencapai kesempurnaan,dan hanya merasa puas dengan kehidupan
yang menggembirakan dan dengan produktivitas tinggi,atau
memegang teguh perfeksionisme dengan akibat merasakan
penderitaan emosional dan mencapai produktivitas rendah.Mana
yang Anda pilih?

Anda Bisa Belajar Menampilkan Diri Anda

DENGAN MEMILIKI WAWASAN DAN SEDIKIT BIMBINGAN
PRAKTIS,BAHKAN ORANG YANG PALING PEMALU SEKALIPUN
BISA MENCAPAI TINGKAT BARU DALAM HAL PERILAKU
PERCAYA DIRI.

”TERIMA kasih atas kedatangan Anda,”kata Elizabeth kepada
salesman dari rumah ke rumah.”Tapi sayang tidak memerlukan apaapa
hari ini,jadi saya tidak ingin membuang-buang waktu Anda untuk
melihat-lihat sampel,”
”Saya yakin saya giliran berikutnya,”kata Alice dengan tegas kepada
karyawan di sebuh toko yang penuh sesak.
Tidak lama setelah bersama suaminya pindah ke suatu kota,Nancy
pergi ke rumah sebelah dan memperkenalkan diri.
”Saya begitu bahagia bertemu denganmu!”kata tetangganya yang
sangat gembira.”Saya sendiri orang baru,dan belum kenal dengan
seorang pun!”
Tindakan-tindakan seperti itu dilakukan secara wajar oleh beberapa
orang—tetapi bagi Elizabeth,Alice dan Nancy tindakan ini merupakan
kemenangan yang sesungguhnya.
Setelah betahun-tahun bersikap pasif,mereka mulai menampilkan
diri.Mereka melakukannya dengan bantuan latihan menampilkan
diri—kursus yang memberi mereka tuntunan praktis dalam
menyatakan perasaan,keinginan dan keperluan mereka.
Elizabeth adalah tipe orang yang berperilau penuh pemintaan
maaf,mengawali komentarnya dengan kata-kata”Seharusnya saya
tidak boleh mengatakan ini...
”Seperti banyak orang,dia sudah belajar menyembunyikan pikirannya
yang sesungguhnya.Kalau ditanya,”Bagaimana keadaanmu?”dia
selalu menjawab,”Baik.
”Kalau suaminya menyarankan untuk melewatkan liburan seminggu
untuk main ski,dia mengatakan,”Senang sekali,”padahal dia lebih
suka melewatkan liburan dengan kegiatan lainnya.
Dia segera menuruti kemauan anak-anaknya yang kurang
semestinya.Pada kenyataannya,dia mulai berpikir bahwa
kebutuhannya sendiri tidak penting.
Tetapi sekarang dia sudah berhenti menganggap dirinya sebagai
keset belaka;dia merasa lebih percaya diri,lebih santai—dan jauh
lebih berharga.”Aku merasa seperti orang yang baru sama
sekali,”katanya.Dan dia menyadari bahwa itu berkat latihan
menampilkan diri.
Kursus yang secara khusus melatih orang agar berani menyatakan
pendapatnya menjadi populer di pusat-pusat pendidikan orang
dewasa di mana-mana.
Ini merupakan penerapan baru terapi modifikasi peri laku.Salah satu
kursus serupa ini,yang diselenggarakan di Universitas Stanford
maupun di Foothill College di California,dipimpin oleh Sharon
Bower,pengarang buku petunjuk latihan berjudul”Learning Assertive
Behavior with PALS”.
Dalam kursus ini,kelompok orang-orang yang”pasif”belajar bahwa
mereka punya hak untuk meminta apa saja,termasuk perubahan
yang masuk akal dalam peri laku orang lain.
Peri laku berani menampilkan diri sendiri termasuk berani
menyatakan perasaan yang positif maupun yang negatif.Ketika
diminta mendaftar beberapa peristiwa ketika dia berani menampilkan
dirinya,Elizabeth menulis:”Saya berbuat demikian ketika mengatakan
kepada sahabat saya Linda bahwa dia menyakiti perasaan
saya;ketika saya mengatakan kepada anak laki-laki saya betapa jauh
lebih rapi kamarnya kelihatan minggu yang lalu;ketika saya
mengatakan lebih baik saya menulis alamat pada amplop daripada
pergi dari rumah ke rumah dengan membawa petisi taman kota.
”Kemudian para peserta kursus diminta untuk mendaftar beberapa
situasi ketika mereka menyembunyikan perasaannya atau tidak
berani menggunakan hak-haknya,dan akibatnya kehilangan sesuatu.
Daftar ini ternyata memaparkan banyak hal.Segera terlihat bagi
semua orang bahwa mereka menapilkan diri ketika mereka merasa
santai,yakin dan bisa mengedalikan keadaan—tetapi mempunyai
kesulitan untuk berbuat begitu dalam situasi ketika mereka merasa
gelisah atau terancam.
Dari daftarnya,setiap peserta memilih satu situasi yang paling
menggelisahkan untuk dibahas kelak,Elizabeth memilih salesman
keliling yang suka mendesak,yang telah menjual kepadanya banyak
barang yang tidak diperlukan.
Langkah pertama adalah menaklukan rasa takut yang mencegah
orang untuk menyatakan pendapatnya.Pikiran sering menimbulkan
hal-hal negatif seperti,”Aku akan jatuh pingsan kalau harus
mengucapkan pidato.
”Para peserta di kelas disuruh menganalisis reaksi seperti itu.Apakah
bayangan yang mengerikan itu merupakan kemungkinan yang bisa
terjadi,atau hanya rasa takut yang tidak rasional?Kalau yang benar
adalah yang belakangan,Anda bisa belajar untuk mengatasinya.
Dengan mengikuti instruksi,Elizabeth belajar di rumah untuk
mencapai keadaan santai sepenuhnya—karena ketegangan otot dan
pikiran negatif saling membantu untuk menciptakan
kegelisahan.Kemudian dia membayangka dirinya mengatakan
kepada si salesman bahwa dia tidak ingin melihat contoh barangbarangnya.
Dia berusaha memperhitungkan reaksi si salesman.Mungkin orang
ini akan terkejut,pikir Elizabeth.Bahkan mungkin salesman ini akan
mengucapkan kata-kata yang kasar atau penuh kebencian.
Tetapi,pada kenyataannya,dia tidak akan ”malu setengah mati,”atau
si salesman akan mengigitnya.Elizabeth memastikan bahwa imbalan
untuk sikapnya yang berani menyatakan pendapat akan jauh
melampaui rasa kurang senang yang tidak seberapa.
Berikutnya,para peserta kursur melatih peri laku yang direncanakan
dalam kelas.Elizabeth berlatih mengatakan,”Terimah kasih,tapi saya
tidak memerlukan apa-apa hari ini.
”Seorang tema sekelas,berperan sebagai salesman,tetap masuk dan
menghamparkan barang dagangannya.”Kau mengucapkan kata-kata
yang benar,”seorang peserta mengatakan kepada Elizabeth,”tapi kau
tidak kedengaran bersungguh-sungguh.”
Mereka menyarankan agar Elizabeth bicara lebih tegas,berdiri lebih
tegap,dan melihat langsung ke mata si salesman.Dia segera bisa
menguasai adegan ini dengan sempurna—dan kemudian
memainkannya secara sukses dengan salesma yang sesungguhnya.
Aturan pokoknya adalah:Begitu Anda mulai menampilkan diri,jangan
mundur lagi.Pernyataan yang setengah-tengah bisa menimbulkan
kebencian,tanggapan yang agresif,dan kalau Anda panik melihat
tanda-tanda pertama perlawanan,Anda harus meningkatkan
kekuatan.
Maka penting sekali untuk mempertimbangkan sebelumnya
kemungkinan reaksi orang lain,dan bersiap-siap menghadapinya.
Para peserta kursus diberi dorongan untuk menuliskan kata-kata
yang direncanakan untuk diucapkan dalam situasi yang sulit—sama
seperti kalau mereka menulis naskah sandiwara.”Bagaimanapun juga
kita sudah banyak menulis skenario,”kata Sharon Bower.”Hanya kita
menulisnya dalam kepala kita sesudahnya,berpikir,”Kalau saja tadi
aku mengatakan...’Lain kali,mengapa tidak menulis saja kalimat yang
bagus?Mungkin Anda akan menghadapi lagi situasi yang serupa—
dan dengan cara itu Anda sudah siap menghadapinya.”
Penting sekali untuk mengetahui apa yang ingin Anda lakukan,bukan
hanya bereaksi terhadap orang lain.Penulisan skenario membantu
Anda mengambil prakarsa dengan memaksa Anda berpikir secara
spesifik tentang apa yang bisa Anda katakan untuk mencapai suatu
maksud.
Elizabeth,misalnya,enggan menyatakan pendapatnya kepada
suaminya karena takut jangan-jangan suaminya marah.Dia
memutuskan untuk menulis skenario sebagai petunjuk untuk
membicarakan peristiwa yang melibatkan suaminya,dirinya
sendiri,dan anak perempuannya yang berumur sepuluh tahun.
Dengan mengikuti bentuk spesifik yang dikembangkan oleh
gurunya,skenario ini mempunyai empat langkah dasar,yang disebut
DESC:Describe,Express,Specify,Consequences,atau
memerikan,menyatakan,memastikan,dan akibat yang bisa timbul.
1.Perikan peri laku secara obyektif.Elizabeth menulis:”Pada sore
hari itu,ketika hujan turun,Lisa terus bertanya kepadaku apakah kami
akan pergi berkemah keesokan harinya dan mengajak temannya
Amy serta.Saya mengatakan mudah-mudahan bisa,tetapi Lisa terus
merengek-rengek.
Kemudian kau mengatakan kepada Lisa,dengan suara keras
sekali,bahwa dia tidak pantas pergi berkemah karena dia tidak
pernah melakukan apa pun di sana selain mengeluh.Lisa
meninggalkan kamar dengan mengucurkan air mata,dan temannya
pulang dengan rasa malu.”
2.Nyatakan Perasaan Anda mengenai peri laku tersebut.”Saya
juga merasa terganggu oleh perilaku Lisa,”Elizabeth menulis.”Saya
merasa secara curang dia menekan saya untuk sebuah jawaban
yang tidak bisa saya berikan.Tetapi saya rasa kau tidak adil
kepadanya dengan membentaknya di hadapan temannya.”
3.Pastikan apa yang Anda inginkan,dan mintalah
persetujuan.Elizabeth menulis:”Saya ingin kau tidak bicara kepada
Lisa dengan cara seperti itu di muka orang lain.Saya ingin kau
menunggu sampai kemarahanmu reda dan kau dengan Lisan hanya
berdua saja.”
4.Tetapkan apa akibatnya memenuhi atau tidak memenuhi
persetujuan.Elizabeth menulis:”Kalau berurusan dengan Lisa secara
lebih tenang,dengan senang hati saya akan mendukung sikapmu
dalam menerapkan disiplin.Kalau kau terus mempermalukannya,saya
juga akan terus merasa sulit untuk mendukung pendiriannmu.”
Ketika Elizabeth memainkan adegan ini dengan
suaminya,suaminya menanggapi dengan pandangannya sendiri
terhadap situasi tersebut:”Lisa terus-menerus minta jawaban
kepadamu,tetapi kau selalu mengecewakannya dengan jawaban
samar-samar seperti’mudah-mudahan’dan ’barangkali’.
Saya jadi marah mendengar dia merengek-rengek kepadamu,tetapi
saya merasa lebih terganggu karena karena kau bersikap tidak tegas
kepadanya.Di situlah saya meledak,saya rasa.Lain kali,mungkin kau
bisa mengatakan kepadanya,’Saya tidak tahu apakah hujan akan
berhenti pada waktunya sehingga kita bisa pergi berkemah.
Kalau besok pagi cuaca cerah dan tidak ada ramalan badai akan
datang,kita akan pergi.Tapi kalau kau terus merengek-rengek,saya
jadi tidak ingin pergi sama sekali.”
Dengan menggunakan skenario untuk membuka sebuah
diskusi,Elizabeth bukan hanya menampilkan dirinya sendiri;dia juga
mempelajari sesuatu tentang bagaimana perilakunya sendiri
mempengaruhi orang lain— dan bagaimana dia akan mengubahnya
secara konstruktif.
Persetujuan yang dihasilkan telah meredakan pertikaian antara
Elizabeth dan suaminya,dan membantu mereka berdua dalam
berurusan dengan anak-anaknya secara efektif.
Skenario DESC adalah untuk situasi sulit yang bisa di
perhitungkan.Untuk kesempatan ketika Anda bisa menggunakan
kalimat yang bagus tetapi tidak bisa memikirkannya.
Sharon Bower menyarankan beberapa jawaban cadangan.Banyak
pertanyaan yang sulit,misalnya,bisa dijawab dengan,”Saya tidak bisa
menjawab itu sekarang.beri saya waktu sampai nanti malam untuk
memikirkannya.”Itu akan memberi Anda kesempatan untuk
memikirkan alternatif dan mempersiapkan jawaban yang cukup
memadai.
Banyak orang merasa sangat sulit mengatakan pendapat kepada
tokoh terkemuka—majikan,guru,orang tua.Jill,misalnya,telah gagal
meminta dokternya membalas meneleponnya untuk membicarakan
perincian yang membingungkan dalam pengobatan yang
diberikannya.Akhirnya,dengan menggunakan empat langkah DESC
sebagai petunjuk,dia menulis:
”Saya sudah berusaha menghubungi Anda dengan telepon selama
tiga hari.Saya merasa ini persoalan yang gawat.Saya ingin Anda
segera menghubungi saya.Kalau tidak,saya akan
mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan
dokter lain.”
Dokter ini meneleponnya pada keesokan harinya—dan sejak itu
memberikan perhatian lebih banyak dalam perawatan yang
diberikannya.Jill masih menganggap konfrontasi berhadapan muka
sebagai hal yang berat.”Tapi saya bisa menulis surat yang
baik,”katanya,”dan saya belajar menggunakannya denga berani
untuk menyatakan pendapat.”
Yang paling mengesankan dari latihan menampilkan diri ini adalah
bahwa hal itu berasil.Tetapi ada satu hal yang perlu diingat-ingat:peri
lau berani menyatakan pendapat tidak sama dengan sikap agresif.
Berani menyatakan pendapat punya sasaran menyeimbangkan
kekuatan sosial—untuk memecahkan masalah bersama dengan
negosiasi.Sedangkan sikap agresi adalah senjata untuk menghadapi
pertempuran;sikap berani menyatakan pendapat adalah sebuah
ketrampilan,yang kalau dipraktekkan dengan efektif,bisa menolong
semua orang yang ikut terlibat.

Kamis, 27 Oktober 2011

10 PENYAKIT MENTAL MANUSIA



1. MENYALAHKAN ORANG LAIN
Itu penyakit P dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan.
Menyalahkan orang lain adalah pola pikir orang primitif. Di
pedalaman Afrika, kalau ada orang yang sakit, yang Dipikirkan
adalah : Siapa nih yang nyantet ? Selalu "siapa" Bukan "apa"
penyebabnya. Bidang kedokteran modern selalu mencari tahu
"apa" sebabnya, bukan "siapa". Jadi kalau kita berpikir
menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap primitif. Pakai
koteka aja deh, nggak usah pakai dasi dan jas.
Kekanak-kanakan. Kenapa ?
Anak-anak selalu nggak pernah mau disalahkan. Kalau ada
piring yang jatuh,"
Adik tuh yang salah", atau " mbak tuh yang salah". Anda pakai
celana monyet aja kalau bersikap begitu. Kalau kita manusia
yang berakal dan dewasa selalu akan mencari sebab terjadinya
sesuatu.

2. MENYALAHKAN DIRI SENDIRI
Menyalahkan diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu.
Anda pernah mengalaminya ? Kalau anda bilang tidak pernah,
berarti anda bohong. "Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya jabatan,
dia berbakat dsb, Lha saya ini apa ?, wah saya nggak bisa deh.
Dia S3, lha saya SMP, wah nggak bisa deh. Dia punya waktu
banyak, saya sibuk, pasti nggak bisa deh". Penyakit ini seperti
kanker, tambah besar, besar di dalam mental diri sehingga bisa
mencapai "improper guilty feeling".
Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan atasan,
berani bilang "Saya kok yang memang salah, tidak mampu dsb".
Penyakit ini pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior,
kita tidak punya kemampuan. Kita sering membandingkan
keberhasilan orang lain dengan kekurangan kita, sehingga
keberhasilan orang lain dianggap Wajar karena mereka punya
sesuatu lebih yang kita tidak punya.

3. TIDAK PUNYA GOAL / CITA-CITA
Kita sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak
jelas. Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan
milestone. Buat target jangka panjang dan jangka pendek secara
tertulis.
Ilustrasinya kayak gini : Ada anjing jago lari yang sombong. Apa
sih yang nggak bisa saya kejar, kuda aja kalah sama saya.
Kemudian ada kelinci lompat-lompat, kiclik, kiclik, kiclik.
Temannya bilang: "Nah tuh ada kelinci, kejar aja". Dia kejar itu
kelinci, wesss...., kelinci lari lebih kencang, anjingnya ngotot
ngejar dan kelinci lari sipat-kuping (sampai nggak dengar / peduli
apa-apa), dan akhirnya nggak terkejar, kelinci masuk pagar.
Anjing kembali lagi ke temannya dan diketawain.
"Ah lu, katanya jago lari, sama kelinci aja nggak bisa kejar.
Katanya lu paling kencang".
"Lha dia goalnya untuk tetap hidup sih, survive, lha gua goalnya
untuk fun aja sih".
Kalau "GOAL" kita hanya untuk "FUN", isi waktu aja, ya
hasilnya cuma terengah-engah saja.

4. MEMPUNYAI "GOAL", TAPI NGAWUR MENCAPAINYA
Biasanya dialami oleh orang yang tidak "teachable". Goalnya
salah, fokus kita juga salah, jalannya juga salah, arahnya juga
salah.
Ilustrasinya kayak gini : ada pemuda yang terobsesi dengan
emas, karena pengaruh tradisi yang mendewakan emas. Pemuda
ini pergi ke pertokoan dan mengisi karungnya dengan emas dan
seenaknya ngeloyor pergi. Tentu saja ditangkap polisi dan
ditanya. Jawabnya :
Pokoknya saya mau emas, saya nggak mau lihat kiri-kanan.

5. MENGAMBIL JALAN PINTAS, SHORT CUT
Keberhasilan tidak pernah dilalui dengan jalan pintas. Jalan
pintas tidak membawa orang ke kesuksesan yang sebenarnya,
real success, karena tidak mengikuti proses. Kalau kita
menghindari proses, ya nggak matang, kalaupun matang ya
dikarbit. Jadi, tidak ada tuh jalan pintas. Pemain bulutangkis
Indonesia bangun jam 5 pagi, lari keliling Senayan, melakukan
smesh 1000 kali. Itu bukan jalan pintas. Nggak ada orang yang
leha-leha tiap hari pakai sarung, terus tiba- tiba jadi juara bulu
tangkis. Nggak ada ! Kalau anda disuruh taruh uang 1 juta,
dalam 3 minggu jadi 3 juta, masuk akal nggak tuh ?
Nggak mungkin !. Karena hal itu melawan kodrat.

6. MENGAMBIL JALAN TERLALU PANJANG, TERLALU SANTAI
Analoginya begini : Pesawat terbang untuk bisa take-off, harus
mempunyai kecepatan minimum. Pesawat Boeing 737, untuk
dapat take- off, memerlukan kecepatan minimum 300 km/jam.
Kalau kecepatan dia cuma 50 km/jam, ya cuma ngabis-ngabisin
avtur aja, muter-muter aja. Lha kalau jalannya, runwaynya lurus
anda cuma pakai kecepatan 50 km/jam, ya nggak bisa take-off,
malah nyungsep iya. Iya kan ?


7. MENGABAIKAN HAL-HAL YANG KECIL
Dia maunya yang besar-besar, yang heboh, tapi yang kecil-kecil
nggak dikerjain. Dia lupa bahwa struktur bangunan yang besar,
pasti ada komponen yang kecilnya. Maunya yang hebat aja.
Mengabaikan hal kecil aja nggak boleh, apalagi mengabaikan
orang kecil.

8. TERLALU CEPAT MENYERAH
Jangan berhenti kerja pada masa percobaan 3 bulan. Bukan
mengawali dengan yang salah yang bikin orang gagal, tetapi
berhenti pada tempat yang salah. Mengawali dengan salah bisa
diperbaiki, tetapi berhenti di tempat yang salah repot sekali.

9. BAYANG BAYANG MASA LALU
Wah puitis sekali, saya suka sekali dengan yang ini. Karena apa ?
Kita selalu penuh memori kan ? Apa yang kita lakukan, masuk
memori kita, minimal sebagai pertimbangan kita untuk langkah
kita berikutnya. Apalagi kalau kita pernah gagal, nggak berani
untuk mencoba lagi. Ini bisa balik lagi ke penyakit nomer-3.
Kegagalan sebagai akibat bayang-bayang masa lalu yang tidak
Terselesaikan dengan semestinya. Itu bayang-bayang negatif.
Memori kita kadang- kadang sangat membatasi kita untuk maju
ke depan. Kita kadang-kadang lupa bahwa hidup itu maju terus.
"Waktu" itu maju kan ?.
Ada nggak yang punya jam yang jalannya terbalik ?? Nggak ada
kan ?
Semuanya maju, hidup itu maju. Lari aja ke depan, kalaupun
harus jatuh, pasti
ke depan kok. Orang yang berhasil, pasti pernah gagal. Itu
memori negatif yang menghalangi kesuksesan.

10. MENGHIPNOTIS DIRI DENGAN KESUKSESAN SEMU
Biasa disebut Pseudo Success Syndrome. Kita dihipnotis dengan
itu. Kita kalau pernah berhasil dengan sukses kecil, terus
berhenti, nggak kemana-mana lagi.Sudah puas dengan sukses
kecil tersebut.
Napoleon pernah menyatakan: "Saat yang paling berbahaya
datang bersama dengan kemenangan yang besar".
Itu saat yang paling berbahaya, karena orang lengah, mabuk
kemenangan. Jangan terjebak dengan goal-goal hasil yang kecil,
karena kita akan menembak sasaran yang besar, goal yang jauh.
Jangan berpuas diri, ntar jadi sombong, terus takabur.